Bantul: Kalau mampir ke Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, jangan melewatkan untuk mencicipi kuliner khasnya. Salah satunya adalah mi pentil.
Meski pada namanya ada embel-embel pentil, mi ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan berbahan dasar karet.
Lantas, mengapa namanya jadi mi pentil? Hal ini disebabkan oleh tekstur mi ini yang cenderung kenyal dan lebih panjang dari mi pada umumnya. Mi ini juga bisa mulur layaknya pentil ban sepeda zaman dahulu. Selain mi pentil, kuliner ini juga disebut dengan mi oyol.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Mi ini bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Bantul seperti Pasar Imogiri, Pasar Barongan, atau Pasar Pundong. Terkadang, juga bisa menemukannya di pasar-pasar di Kota Yogyakarta yang letaknya tidak jauh dari Bantul seperti Pasar Kotagede.
Jika mampir ke Pasar Imogiri saat pagi misalnya, bisa bertemu dengan salah satu penjual mi pentil bernama Mijem yang ada di Blok E. Dia sudah menjualnya sejak 1978. Seporsi mi pentil goreng dengan tambahan sayuran layaknya wortel, kubis, serta daun bawang dijual dengan harga Rp 2.000.
Kalau mau membelinya dalam jumlah banyak seperti setengah kilogram, hanya perlu membayarnya Rp12 ribu.
Baca: Khofifah Tak Ragu Makan Rendang Sapi
Mi pentil goreng biasanya disajikan dengan alas daun jati dan diolah dengan cabai rawit, garam, dan gula. Pembeli bisa mengonsumsinya dengan lauk tempe dan sambal. Menariknya, ada juga varian lain dari mi pentil yang dijadikan mi rebus. Kalau yang ini bisa ditemui di Pasar Pundong dan dikenal dengan sebutan miedes karena dimasak pedes.
Mi pentil dengan warna putih dan kuning ini terbuat dari bahan tepung tapioka atau yang dikenal sebagai aci. Ada pedagang yang membuatnya sendiri pada sore hari agar bisa dijual pada pagi keesokan harinya. Tapi, ada juga pedagang yang membelinya langsung ke pembuat mi pentil.
Salah satu pembuatnya adalah Jamilatun, warga Nangsri, Srihardono, Kecamatan Pundong. Dia mengaku sudah lama memproduksi mi ini untuk dipasok ke sejumlah pedagang di pasar-pasar tradisional di sekitar Bantul.
Proses pembuatannya tidak biasa. Tepung tapioka yang sudah direbus harus diinjak-injak dulu dengan kaki agar kalis sebelum kemudian dimasukkan ke mesin giling dan dibentuk menjadi potongan mi.
Bagi sebagian warga, proses membuat mi yang diinjak-injak kaki adalah menjijikkan. Namun, inti dari kekenyalan mi ditentukan dari proses ini. Lagipula, kami juga memperhatikan kebersihan mi, yakni dengan melapisi plastik saat menginjaknya, jelas Jamilatun, 24 Juli 2016.
Usai dijadikan potongan-potongan mi, ternyata mi ini masih harus dicuci dulu dengan air yang bersih. Barulah setelah itu dicampur dengan bumbu dan kemudian siap untuk dibeli oleh para pedagang mi pentil.